Oleh: khmunaharmuchtarhs | 2 Desember 2008

Tercetus di Mekkah

himmah012Diharapkan akan keluar mubaligh-mubaligh yang istiqomah dalam menyiarkan agama Islam yang rahmatan lil ‘alamin

PERKEMBANGAN Mubaligh di Indonesia begitu pesat. Bahkan yang tergabung dalam Majelis Dzikir SBY ‘Nurussalam’, sebagian besar jamaahnya adalah para mubaligh yang terbiasa menyampaikan dakwah. Di kalangan para mubaligh ini timbul ide untuk membentuk perhimpunan. “Alhamdulillah, ide besar ini keluarnya di Mekkah ketika melaksanakan umroh belum lama ini,” ujar Ketua Umum Himpunan Mubaligh-Mubalighah (Himmah) Nurussalam, KH Munahar Muchtar Hs di sela-sela acara pengukuhan Himmah Provinsi Bali, pada Jumat 29 Agustus 2008 lalu.

Pengukuhan yang dilakukan Sekretaris Umum Himmah, KH Muhammad Rifai dengan menyematkan sorban kepada Ketua Himmah Provinsi Bali, Habib Abdul Mutholib bin Hasan, dan berharap kemudian lahir mubaligh-mubaligh yang istiqomah dalam menyiarkan agama Islam yang rahmatan lil ‘alamin. “Sebagaimana kata Himmah yang berarti semangat, diharapkan dengan pengukuhan Himmah Provinsi Bali, perjuangan menyampaikan dakwah berjalan baik. Himmah menimbulkan semangat dalam menyampaikan kebenaran,” tutur Kiai Munahar.

Ia berharap, dai-dai yang berada di Denpasar, Bali bisa saling bersilaturahim dengan dai-dai yang berada di daerah lain melalui pertukaran mubaligh yang dilaksanakan Himmah. “Jangan seperti pepatah katak dalam tempurung. Akibatnya karena merasa paling hebat, ternyata ketika berada di luar kebingungan. Diharapkan melalui Himmah, mubaligh dari Bali bisa ceramah di Jakarta, atau di Kalimantan,” paparnya.

Ditegaskan, ketika masih ada bantuan dari Rabithah Alam Islami pertukaran mubaligh biasa dilakukan. Tapi setelah tidak ada lagi, otomatis program ini terhenti. Melalui Himmah diharapkan bisa dilaksanakan kembali, karena inilah yang diharapkan Ketua Dewan Pembina Majelis Dzikir SBY ‘Nurussalam’, Susilo Bambang Yudhoyono. Beliau berharap melalui Himmah akan timbul dai-dai yang betul-betul menyampaikan kebenaran. Ketika umat Islam difitnah, akan bisa memberikan jawaban yang positif. Jangan sampai para dai terprovokasi yang bisa memecah belah umat.

Ketua Himmah Provinsi Bali, Habib Abdul Mutholib bin Hasan menjelaskan, hidayah dan taufik bila sumbernya dari Allah SWT, ke mana pun larinya pasti menimbulkan pemikiran yang sama dalam kebaikan. “Pada saat yang sama kami pun memiliki pemikiran yang sejalan untuk menghimpun para dai,” jelasnya.

Dijelaskan bahwa suatu ketika dirinya bingung memenuhi undangan dari cabang-cabang, sehingga terpikir untuk menghimpun para dai dalam satu wadah. Dan, karena niatnya baik maka akhirnya terbentuk. “Jika niat kita baik, Insya Allah akan terlaksana. Tetapi bila ada kasak-kusuk dan ingin memecah belah kita, maka skenarionya berasal dari iblis dan itu menjerumuskan kita,” tandas Habib Abdul Mutholib.

Melalui Himmah, lanjutnya, bisa ditingkatkan ketakwaan dan memperbaiki niat. Menyangkut perjalanan dakwah, sebagaimana Rasulullah SAW melepas sahabat Muad bin Jabal yang akan berangkat ke Yaman untuk berdakwah. Baginda Rasul mengatakan,”Wahai Muad, orang-orang menyangka bahwa keluargaku lah yang paling berhak memeroleh kedekatan kepadaku.”

Namun yang lebih mengharukan ketika beliau berpesan, ”Hai Muad, bisa jadi ini pertemuan yang terakhir, tapi aku mohon kehadlirat Allah SWT, semoga suatu saat engkau bisa datang ke masjidku, serta bisa menziarahi makamku.”

Maka menangislah Muad ketika mendengar kalimat perpisahan dari Rasulullah SAW, dan yang mengharukan ketika Rasulullah melanjutkan bahwa yang paling dekat bukan keluarganya, namun yang paling dekat adalah mereka yang bertakwa kepada Allah SWT.

Maka, Habib Abdul Mutholib menambahkan, pembekalan pada acara pengukuhan ini, menandakan bahwa Himmah Provinsi Bali telah resmi untuk melaksanakan kegiatan menghimpun para dai untuk sama-sama menebarkan kehangatan, menebar kesejukan, menebar kedamaian kepada umat Islam, sehingga menjadikan Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Acara yang dimulai dengan pembacaan dzikir dan shalawat dengan iringan musik hadrah ini menjadi semangat baru bagi perkembangan Himmah di provinsi lainnya.

Oleh: khmunaharmuchtarhs | 1 Desember 2008

Rasulullah Sosok Sempurna

Jangan sekali-kali kita menyamakan diri kita dengan Rasul. Karena tidak seujung kuku pun kita menyamai dengan Rasulullah

RASULULLAH SAW adalah sosok yang sempurna. Beliau diutus dalam rangka memerbaiki akidah umat ketika itu. Dan, memang hakekatnya Rasulullah itu sama dengan manusia. Tetapi, kelebihan yang dimiliki Rasul itu tidak dimiliki manusia biasa.

Pertama, meski beliau adalah manusia biasa tetapi cahaya beliau diciptakan dari cahaya Allah SWT. Kemudian Rasul adalah makhluk Allah yang maksum, terlepas dari segala dosa dan dijaga dari segala perbuatan nista dan dosa. Lalu, meskipun beliau adalah seorang yang tidak pandai membaca dan menulis, tetapi beliau mendapatkan ilmu langsung dari Allah SWT melalui malaikat Jibril. Jadi jelas, tidak bisa manusia menyamakan dirinya dengan Rasul.

Jika Rasul menjadi pemimpin umat, karena memang setiap permasalahan yang dihadapi Rasul, petunjuknya langsung dari Allah SWT. Berbeda dengan manusia yang memiliki kealpaan, dan kebodohan, sehingga harus memelajari apa yang ia belum mengerti. Sementara Rasul belajarnya langsung dari malaikat Jibril. Dan, tidak ada manusia yang belajar melalui malaikat kecuali Nabi SAW.

Jika ada tokoh umat, pemimpin umat, pemimpin partai, pemimpin organisasi menyatakan seorang pemimpin itu tidak harus sarjana dan lain sebagainya, lalu dia menyamakan dengan Rasulullah ini sudah suatu kesalahan yang besar. Kenapa? Rasul memang manusia tapi bukan manusia biasa. Hal ini sebagaimana para ulama mengambarkan tentang Rasulullah. Bahkan Rasul sendiri memiliki suatu sifat yang sempurna dari mulai siddiq, tabligh, amanah, dan fatonah, yang mutlak dimiliki oleh Nabi dan tidak semua manusia memiliki sifat yang empat.

Rasul itu seorang yang siddiq, artinya terpercaya, kemudian amanah, orang yang diberikan amanah tidak sedikit pun ada khianat. Lalu, tabligh artinya menyampaikan kebenaran. Jadi kebenaran yang disampaikan oleh Nabi bukan dari dirinya tetapi apa yang disampaikan oleh Allah SWT, bahwa yang benar itu benar dan salah itu salah.

Rasulullah itu fatonah yang artinya pandai. Ketika Rasul dikatakan tidak pandai menulis dan membaca, ketika belum diberi pelajaran oleh malaikat Jibril. Tetapi, ketika sekali Rasul diberikan satu pelajaran langsung menyerap segala ilmu yang diberikan oleh malaikat Jibril. Jadi, janganlah sekali-kali kita menyamakan diri kita dengan Rasul. Karena tidak seujung kuku pun kita menyamai Rasulullah SAW.

Ketika seorang manusia, menyamakan dirinya seperti Nabi, dikhawatirkan keimanannya sudah mulai bergeser. Orang semacam itu, pada akhirnya justru akan menyesatkan orang lain. Ini yang kita khawatirkan. Siapa pun dia, walau seorang pemimpin bangsa sekali pun ketika menyatakan semacam itu boleh jadi akan menyesatkan orang lain.

Saya berharap kepada tokoh-tokoh bangsa, jangan sekali-kali menyamakan diri dengan Nabi, karena Nabi adalah seorang yang mulia, tidak pernah dendam dalam hidupnya, tidak pernah memaki orang lain. Sangat jelas, jika ada tokoh bangsa yang sudah menjatuhkan tokoh yang lain, tokoh semacam itu sudah tidak bisa dipercayai di masa depan. Karena seorang pemimpin yang baik, ketika datang ujian lantas berupaya memperbaiki apa yang dilakukan.

Sikap yang harus ditanamkan umat Islam ketika ada tokoh yang menyamakan dirinya seperti Rasul SAW, tentunya harus bersikap dingin. Jika dilawan dengan sesuatu yang tidak baik, maka dikhawatirkan umat malah menjadi resah. Bagi mereka yang terlanjur menyatakan itu, harus segera bertobat kepada Allah SWT. Namun demikian, kita harus menyampaikan, bahwa yang haq adalah haq dan yang bathil adalah bathil. (*)

Oleh: khmunaharmuchtarhs | 1 Desember 2008

Agar hati kita bersih.

BILA rajab disebut bulan pembersihan badan, syaban merupakan bulan pembersihan hati, maka Ramadhan disebut sebagai bulan untuk membersihkan ruh. Sementara dalam kehidupan di dunia ini, ketika seseorang hatinya sudah bersih, maka ketenangan itu akan didapat. Ketenangan itu akan dicapai ketika hati seseorang itu sudah bersih. Dalam arti kata ia sudah melakukan hubungan secara vertikal kepada Allah SWT sudah sangat dekat sehingga ia sering meminta ampunan kepada Allah SWT. Kemudian secara horizontal antarmanusia dia sudah saling meminta maaf. Sebab itu, Ramadhan ini, setiap orang harus banyak saling mengintropeksi diri. Apalagi momen Ramadhan sekarang bertepatan dengan bulan kemerdekaan Republik Indonesia, diharapkan bulan ini bisa memersatukan umat, khususnya bangsa Indonesia. Sehingga kita berharap secara bersama-sama bisa membangun Indonesia menjadi negara, di mana rakyatnya bersatu padu membangun bangsa dan negara dari berbagai macam sektor kehidupan baik di bidang ekonomi, sosial, politik dan sebagainya.

Tanpa kerja sama yang baik dari berbagai komponen bangsa sulit rasanya ke depan untuk mencapai Indonesia yang makmur, Indonesia yang senantiasa menjadikan rakyatnya yang berkehidupan yang baik, ekonomi yang baik, serta senantiasa saling mengerti antara satu dengan yang lainnya.

Sebagaimana kita ketahui, Indonesia saat ini tengah mengalami gejolak, tantangan dan rintangan. Ke depan dalam menghadapinya tentunya kita mengharapkan seluruh komponen bangsa, seluruh masyarakat Indonesia dan mereka yang punya pemikiran ke depan untuk memajukan bangsa ini. Kita harus bersatu supaya apa yang dicita-citakan oleh pendahulu kita menjadi Indonesia yang baldatun toyyibatun wa robbun ghafur benar-benar terlaksana, suatu negara yang baik dan mendapatkan ridho Allah SWT.

Ramadhan juga bulan yang mencerminkan, di mana setiap umat Islam selalu mempunyai jiwa sosial. Kenapa? Karena sesungguhnya puasa itu juga membentuk satu pelajaran bagi kita, bahwa orang yang berpuasa harus menahan lapar dan haus serta hal-hal yang menyebabkan puasa itu tidak diterima. Artinya, ketika kita menahan lapar dan haus rasanya tidak enak,  kenapa tidak mempunyai satu pemikiran ketika saudara-saudara kita dalam keadaan lapar, hidup dalam garis kemiskinan kita tidak membantunya?  ***

Melalui Ramadhan diharapkan dapat memberikan suatu dorongan bagi orang-orang yang mampu, untuk memerhatikan orang-orang yang tidak mampu. Bangkitkan jiwa sosial di tengah-tengah masyarakat sehingga masalah kemiskinan yang dihadapi oleh negara ini mulai terkikis sedikit demi sedikit, orang-orang yang mampu mau membantu orang-orang miskin. Jangan sampai orang yang kaya dan mampu justru hidup senang dengan menari-nari di atas penderitaan orang miskin. Jika sifat semacam ini masih ada di kalangan orang-orang berada, maka sulit kiranya kita mengikis kemiskinan.

Kita memahami bersama bila orang-orang miskin, orang-orang tidak mampu adalah tanggung jawab negara. Tapi, dengan kondisi perekonomian yang belum stabil, apa salahnya bila orang-orang yang mampu tumbuh jiwa sosialnya untuk membantu orang-orang miskin. Sebab itu, Ramadhan pada hakekatnya menggodok manusia agar mau memerhatikan orang-orang miskin. Kemudian, Ramadhan juga memberikan satu pelajaran dalam hidup ini, bahwa hati kita harus bersih.

Ketika kita puasa tidak boleh membicarakan orang lain, tidak boleh memandang sesuatu yang diharamkan agama. Di samping itu tidak boleh membuat fitnah dan lain sebagainya.

Artinya dalam Ramadhan diajarkan kalau hidup kita ingin mendapatkan ridho Allah dan hidup ini ingin tenang, aman dan damai. Maka jagalah lidah dan hati kita. Sebab Nabi SAW pernah berpesan,”Bahwa iman seseorang itu tidak lurus, sehingga hatinya menjadi lurus. Dan hati tidak akan lurus kalau lidah seseorang tidak lurus.”

Makna dari pesan Nabi ini adalah, kalau hati seseorang diisi dengan berbagai macam penyakit sombong, penyakit ingin dipuji orang, penyakit iri, penyakit syirik, dan berbagai penyakit hati lainnnya, biasanya orang ini lidahnya pun tidak terkontrol. Dia akan berbicara menjelekkan orang lain, memfitnah orang lain.

Sebab itu, ketika orang dalam kehidupannya selalu berbicara yang tidak-tidak kepada orang lain, percayalah bahwa orang itu hatinya masih banyak penyakit. Jangan sampai ke depan ada pemimpin yang ketika berbicara menjatuhkan orang lain. Percayalah, pemimpin semacam itu kalau menjadi pemimpin tidak dapat mengontrol dirinya. Dan pemimpin semacam itu adalah pemimpin-pemimpin yang sombong.  Seperti halnya di zaman Nabi Musa, ketika Firaun menjadi pemimpin yang merasa angkuh dan sombong. Pemimpin semacam itu bukan saja menyengsarakan rakyat, justru menentang Allah SWT. Bahkan dia menganggap dirinya Tuhan. Kemudian bila ada orang-orang kaya yang sombong akan timbul Qarun modern. Sombong akan kekayaannya, tidak peduli dengan orang lain. Kita tidak menginginkan di zaman sekarang ini dan ke depan timbul Firaun zaman modern. Jika ini sampai terjadi maka bangsa dan negara ini akan hancur.  ***

Ramadhan di samping memberikan pelajaran membersihkan hati dan lisan kita, bisa juga memersatukan kita. Karena dengan sholat tarawih, kita ini dipersatukan dari berbagai unsur dan komponen dengan ibadah. Malam hari kita sujud bersama-sama di hadapan Allah SWT, kita berdoa bersama di hadapan Allah SWT. Artinya, dalam bernegara dan berbangsa jangan sampai berpecah belah dan jangan sampai  mau dipecah belah.Kita bersyukur negara ini sudah makin lumayan, dalam ekonomi sudah makin maju. Kalaupun ada kendala yang terjadi, tentunya menjadi tantangan dalam kehidupan ini. Sebab kita tidak menginginkan negara ini terpuruk.

Alhamdulillah di bawah pemerintahan SBY, permasalahan dari berbagai sektor sudah bisa diselesaikan, seperti konflik di Aceh sudah selesai, begitu pula dengan Poso. Kemudian di beberapa daerah yang tadinya bergejolak pun sudah selesai. Dengan kelemah lembutan beliau memimpin negara ini konflik-konflik sudah mulai reda.

Demikian juga dari segi ekonomi. Kemiskinan yang tadinya begitu mencolok sekarang semakin terkikis. Namun, untuk mengembalikan negara ini menjadi negara yang makmur tidak semudah membalikkan tangan, sebab perlu perjuangan dan kebersamaan.

Di samping itu perlu saling bahu-membahu dalam membangun bangsa dan negara ini. Kita perlu memberikan dorongan, sebab keutuhan bangsa dan negara ini merupakan cerminan bagi umat Islam, mengingat warga muslim di negeri ini hampir 90 persen. Bila terpecah antara komponen rakyat maka pada hakekatnya terpecahnya umat Islam. Dan, inilah yang diinginkan orang-orang di luar Islam.

Bila umat Islam mau bersatu, berpijak pada satu kekuatan dan satu visi maka kita yakin akan mendorong keutuhan umat Islam, khususnya kemajuan bangsa Indonesia . Bila hati kita sudah bersih, Insya Allah  ketenangan jiwa itu akan tercapai. Kalau jiwa kita sudah tenang, kita nikmat dalam beribadah, nikmat dalam berpuasa. Bulan Ramadhan menjadi kesempatan bagi kita untuk mencapai ketenangan jiwa, kebahagiaan hati dan untuk mencapai ridho Allah dalam rangka membangun bangsa dan negara yang kita cintai. (*)

« Newer Posts

Kategori